Langsung ke konten utama

Menyikapi Musibah dengan Positif

Seperti yang saya alami beberapa minggu yang lalu, rumah saya sempat terendam banjir setelah diguyur hujan dengan intensitas tinggi selama beberapa jam. Terkikisnya resapan tanah akibat berkurangnya penghijauan mungkin juga bisa jadi penyebab lain dari banjir tersebut. Ya, areal persawahan di kawasan tempat tinggal saya bahkan nyaris nol, tergantikan dengan bangunan-bangunan modern masa kini.
Saat hujan deras sore itu, saya sedang asyik bercengkrama dengan anak-anak dan juga suami tercinta di ruang keluarga. Awalnya saya menikmati suasana sejuk hawa hujan. Satu jam berlalu, rinai hujan semakin lama semakin deras. Karena penasaran, saya coba menengok jalanan di depan rumah. Saya mendapati genangan air agak tinggi tapi saya dan suami tenang-tenang saja karena tak terbersit pikiran bahwa genangan air akan masuk ke dalam rumah. Kami mengira hujan sebentar lagi pasti reda.
Namun,
perkiraan kami ini tak sesuai dengan kenyataan.
Hujan deras terus mengguyur kawasan Sidoarjo hingga hampir dua jam bahkan lebih. Yap, saya dan keluarga terjebak banjir.
Saya terkejut saat air mulai naik dan masuk ke teras rumah. Dan ternyata air juga menyerang masuk ke dalam rumah dari arah dapur. Panik, suami langsung memindahkan dua kasur besar juga perabot lain. Saya fokus menggandeng Maher dan menggendong Fatimah sambil menyiapkan baju-baju dan peralatan ke dalam tas untuk persiapan mengungsi.
Kemudian, suami lekas membawa saya dan anak-anak keluar dari rumah menggunakan mobil. Saat itu, air hampir setinggi ban mobil dan hampir masuk ke dalam bodi mobil.
Kami mengungsi selama beberapa hari di rumah orangtua saya yang jaraknya sekitar 15 menit dari rumah kami. Kami memilih mengamankan anak-anak terlebih dahulu di rumah nenek kakeknya. Sementara suami sibuk mencari tukang untuk membersihkan dan memperbaiki rumah pasca banjir.
Sebenarnya ini kali ketiga banjir menyapa komplek perumahan saya. Namun bagi saya pribadi, ya baru kali ini saya merasakan langsung bagaimana rasanya terjebak banjir karena dua kali banjir lalu, saya sedang berada di luar rumah.
Selang beberapa hari pasca banjir, saya dan anak-anak kembali ke rumah yang sudah dibersihkan dan ditata sedemikian rupa oleh suami tercinta. Dan yaa.. banyak perubahan yang saya temukan. Tak ada lagi kursi sofa dan buffet TV sebab sudah berpindah tangan. Lemari-lemari pun berubah tempat. Rumah jadi terasa lapang. Namun, setumpuk barang teronggok di hampir tiap pojok ruangan. Kata suami, itulah barang-barang yang bisa diselamatkan, yang lainnya basah karena terkena banjir.
Jadilah saya mulai menyingsingkan lengan baju, kemudian kembali menata rumah dengan semangat 45. Tak sedikit saat proses pemilahan itu, saya menemukan benda-benda yang mengandung memori indah juga lucu yang kemudian saya kenang kembali bersama suami dan kami memutuskan untuk tetap menyimpannya. Adapun barang-barang yang sudah lama tak terpakai tapi masih berfungsi dengan baik, kami tawarkan ke teman-teman sebagai barang preloved. Dan yang lainnya, ada yang kami berikan ke tukang rombeng yang lewat depan rumah, ada juga yang kami langsung buang ke tempat sampah.
Adapun salah satu hikmah yang bisa saya petik dari musibah banjir ini adalah MENYIKAPI MUSIBAH DENGAN POSITIF karena segala sesuatu yang terjadi di bumi adalah kuasa Alloh. Sebagai makhlukNya, kita harus percaya dan yakin bahwa Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ketika kita mendapati musibah, harusnya kita koreksi diri. Apakah ibadah kita sudah sesuai tuntunan AlQur’an dan Hadits? Apakah ada harta yang belum kita bersihkan? Apakah ada hak-hak anak yatim yang belum kita tunaikan? Apakah ada hati-hati orangtua yang tak sengaja kita sakiti? Apakah ada perasaan-perasaan yang kita lukai tanpa kita sadari?
Koreksi diri kemudian bertaubatlah. Sejatinya, salah satu bukti Alloh masih mencintaimu adalah dengan memberimu musibah agar kita tetap memohon kepadaNya, hanya kepadaNya
..bukan kepada makhluk selainNya.

Komentar

Postingan Populer